PERSELISIHAN ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA
Perdamaian yang seringkali diupayakan sekarang gagal. Satu diantaranya yang diusahakan figur namanya Munib al Masri, pebisnis dan orang paling kaya di Palestina.
Munib al Masri terlahir di Nablus, Palestina tahun 1934 dari keluarga berada. Bapaknya, yang wafat saat Munib berumur 1,lima tahun, ialah seorang pedagang emas yang banyak berpartner dengan pedagang lain di luar negeri.
Ia selanjutnya tumbuh besar bersama ibunya dan hidup di Palestina sampai umur 18 tahun. Sepanjang hidup di situ, ia sempat jadi saksi mata saat David Ben-Gurion memproklamasikan negara Israel pada 14 Mei 1948.
Tidak hanya itu, ia jadi saksi sekalian korban atas pertarungan pasca-proklamasi. Pada usia 14 tahun, ia melihat bagaimana Nablus yang pernah tenang dan damai beralih menjadi tempat pertarungan. Ia bersaksi kerap melihat pilot pesawat tempur Israel jatuhkan bom di teritori tempat ia tinggal. Beberapa rumah jadi remuk. Korban jiwa terus berguguran. Atas kejadian ini, bibit balas sakit hati dari dalam dianya mulai muncul.
"Sekalian berdiri di penampungan, saya memilih untuk jadi pilot pesawat tempur di Angkatan Udara Palestina supaya saya dapat menantang Israel," kata Munib ke Wharton School of University of Pennsylvania.
Sampai pada akhirnya, keadaan yang semakin tidak aman membuat Munib mau tak mau pergi dari tanah lahirnya. Dengan modal uang belanja US$ 400, pas pada tahun 1952 ia ke Beirut, Lebanon, untuk lakukan perjalanan panjang lewat kapal laut ke arah New York, Amerika Serikat (AS).Di Paman Sam, Munib perlahan-lahan mulai mengatur kehidupan baru. Ia terdaftar berkuliah jalur perminyakan di University of Texas pada 1955.
Lantas satu tahun selanjutnya meneruskan study geologi di Sul Ross University. Sesudah banyak belajar dalam AS, Munib kembali lagi ke Timur tengah untuk membangun perusahaan pengeboran mineral dan air, namanya Engineering dan Development Grup (Edgo) yang berbasiskan di Amman, Yordania.Terakhir, perusahaan itu berhasil bikin nama Munib naik daun. Ia dikenali sebagai pakar yang sanggup temukan sumber air di daerah Timur tengah yang kering kerontang.Disini, ia mulai kaya raya. Walau demikian, kekayaan tidak membuat terbuai dan lupakan tanah lahir Palestina.
Ia tetap terpikir masalah cita-citanya jadi pilot pesawat tempur buat membalasnya kebengisan Israel. Tetapi, karena takdir membawa jalani karier pebisnis, ia pilih berusaha dengan cara lain.Sesudah sukses meniti karier dan berpengalaman di bidang industri Timur tengah, ia putuskan lagi ke Palestina. Pada 1993, ia bersama ekspatriat Palestina lain membangun Palestine Development and Investment (PADICO).Di dalam website resminya, PADICO berusaha membuat dan mendatangkan investasi di Palestina yang mempunyai tujuan menghidupkan ekonomi nasional di Pinggir Barat dan Lajur Gaza. Nantinya, perusahaan itu ialah otak dibalik kedatangan Bursa Dampak Palestina dan kehadiran investasi asing dalam pembangunan infrastruktur dan sarana.
Untuk Munib, pendirian PADICO ialah perjuangan nasional untuk tingkatkan kesejahteraan sosial, pembangunan bangsa dan pendidikan. Bila itu terwujud, karena itu warga Palestina dapat menjumpai kemerdekaannya."Bila Tuhan memberikan saya kemampuan, saya akan bekerja untuk meningkatkan ekonomi Palestina buat temukan jalan keluar pada permasalahan pengangguran yang meluas. Setiap saya sukses memperoleh tugas untuk masyarakat Palestina, saya disanggupi kepuasan dan kebahagiaan," kata Munib ke Ynetnews.
Sayang, usaha itu tidak mudah. Kemerdekaan Palestina sebagai rumor peka membuat kewenangan Israel bereaksi keras. Seringkali lajur perdagangan dan distribusi PADICO ditutup otoritas. Atas dasar berikut, keyakinan pada investor turun dan tidak gampang ajak kembali mereka. Dan ini bisa dibuktikan saat usaha PADICO mulai kelihatan. Mencuplik Arabian Business, baris usaha PADICO selanjutnya banyak yang macet. Beberapa hotel sepi. Banyak pabrik yang ditutup.
Secara singkat, semua itu tidak memberikan keuntungan. Walau demikian, Munib masih tetap jalankan perjuangannya ini."Usaha PADICO ialah patriotisme, bukan keuntungan. Karena itu, kita harus menarik orang kaya Palestina untuk perjuangkan kebutuhan nasional," papar pria yang menginvestasikan lebih dari US$ 20 juta dari uangnya sendiri buat ekonomi Palestina.